Kantor Gubernur Provinsi Maluku |
Dua hari setelah Kemerdekaan Indonesia, Ibu Pertiwi
Indonesia melahirkan 8 (delapan) Provinsi Pertama yaitu, Sumatera, Borneo, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Celebes, Sunda Kecil, dan Maluku. Prinsip
pembagian wilayah-wilayah negara atas Provinsi-Provinsi adalah “Prinsip
Gubernadi”, suatu prinsip yang berasal dari Hukum Romawi yang merujuk pada
peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah-daerah oleh Pemerintah Provinsi.
Dasar Hukum dari Prinsip Gubernadi ini, dianut pada konstitusi kita, UUD 1945
Pasal 18, Pasal II Aturan Peralihan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 02 Tahun
1945, serta Pengumuman Pemerintah, yang tercantum dalam Berita Negara Indonesia
Tahun II Nomor 7, Halaman 48, Kolom 2.
8 (Delapan) Provinsi Pertama ini
masing-masing dipimpin oleh:
1.
Mr. Teuku
Muhammad Hassan (Gubernur Sumatera)
2.
Ir.
Pangeran Muh. Noor (Gubernur Borneo)
3.
Sutarjo
Kartohadikusuma (Gubernur Jawa Barat)
4.
R.
P. Suroto (Gubernur Jawa Tengah)
5.
R. M. T.
A. Sutyo (Gubernur Jawa Timur)
6.
Dr. G. S.
S. J. Ratulangi (Gubernur Celebes)
7.
Mr. I.
Gusti Ketut Pudja (Gubernur Sunda Kecil)
8.
Mr.
Johanes Latuharhary (Gubernur Maluku)
Kelahiran 8 ( delapan ) Provinsi
Pertama dua hari setelah lahirnya Negara Indonesia, telah ditanggapi oleh
Generasi Penerus di daerah ini menjadi komitmen masyarakat Maluku sebagai wujud
nyata hati nurani rakyat untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dituangkan dalam Peraturan
Daerah Provinsi Maluku Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penetapan Tanggal 19 Agustus
2005 sebagai Hari Ulang Tahun Pertama Provinsi Maluku dalam usianya yang ke –
60.
Pada periode kepemimpinan pemerintahan
Gubernur Mr. J. Latuharhary di Provinsi Maluku ( 1945 – 1955 ), merupakan
periode yang penuh dengan tantangan politik “ devide et impera “
Belanda. Akibatnya, Johanes Latuharhary menjalankan Pemerintahan Provinsi
Maluku dari luar daerah, sampai dengan tanggal 12 Desember 1950. Dalam tenggang
waktu tersebut ternyata Daerah Maluku telah didarati dan diduduki oleh tentara
Australia yang kemudian menyerahkannya dan dijajah kembali oleh Pemerintah
Belanda.
Dengan demikian secara de facto Mr.
J. Latuharhary memulai pemerintahannya di Ambon–Maluku pada tanggal 12 Desember
1950. Untuk segera memutar roda pemerintahannya, Gubernur Maluku Mr. J.
Latuharhary membentuk staf pembantunya dan mengangkat pegawai untuk mengisi
formasi pada Kantor Gubernur.
Pada masa kepemimpinan pemerintahan
Gubernur Maluku Mr. J. Latuharhary juga telah meletakan dasar – dasar
pemerintahan di Provinsi Maluku diantaranya dengan membagi wilayah Provinsi
Maluku menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Maluku Utara, Maluku Tengah dan Maluku
Tenggara. Pembagian wilayah tersebut sekaligus untuk melenyapkan hambatan
psikologis yaitu adanya nama “Maluku Selatan”. Gubernur Maluku, Mr. J.
Latuharhary juga melakukan pembangunan Maluku dalam pelbagai bidang yang
terkenal dengan Crash – Program yang menjadi pedoman
pembangunan Maluku.
Pada akhir Tahun 1954, kabinet
mengambil keputusan untuk menarik kembali Mr. J. Latuharhary, dan
memperbantukannya pada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Periode
kepemimpinan pemerintahan di Maluku kemudian dilanjutkan oleh M. Josan (1955 –
1960) dan Muhammad Padang (1960 – 1965), periode ini lebih dikenal sebagai
periode Orde Lama. Pemerintahan kedua Gubernur ini berlangsung dalam masa
perubahan ketatanegaraan yaitu Republik Indonesia Serikat menjadi Negara
Kesatuan RI melalui Undang – undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Berdasarkan pasal 131 Undang – undang
Dasar Sementara 1950 diundangkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1957
tentang Pokok – Pokok Pemerintahan Daerah. Seiring dengan berlakunya
Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1957, dibentuk Daerah Swantantra Tingkat I Maluku
sebagai Daerah Otonom dengan Undang – Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957, yang
kemudian ditetapkan sebagai Undang – undang Definitif dengan Undang – Undang
Nomor 20 Tahun 1958. Sebagai Daerah Otonom, Daerah Swantantra Tingkat I Maluku
terdiri dari 3 (tiga) Kabupaten dan 1 (satu) Kotamadya.
Periode ketiga lebih dikenal sebagai
Periode Orde Baru. Pada periode ini ada Trio Pemerintahan Bersambung antara
Latumahina (1965 – 1968), Soemitro (1968 – 1973), Soemeroe (1973 – 1976),
juga duet pemerintahan Hasan Slamet – Drs. G. A. Engko (1976 – 1981), duet
Sebastian Soekoso – Drs. M. Akib Latuconsina (1987 – 1992), dan duet
Pemerintahan Drs. M. Akib Latuconsina – Soeranto (1992 – 1997), tiga hal yang
menonjol dari Periode ketiga ini :
1.
Konsep
Pembangunan Daerah yang Berencana ;
2.
Otonomi
Percontohan ;
3.
Konsep
Pembangunan Laut Pulau dan Gugus Pulau.
Periode Keempat dikenal sebagai Periode
Reformasi. Pada Periode ini ada Kwartet Pemerintahan Saleh Latuconsina – Drs.
S. Akyuwen – Dra. Paula B. Renyaan Tahun (1997 – 2002), bersambung dengan Sinyo
Harry Sarundajang Tahun (2002 – 2003). Beberapa hal yang menonjol dari Periode
ini adalah :
- Penyusunan Konsep Pergantian
Sistem Pemerintahan Daerah dari UU Nomor 5 Tahun 1974 ke UU Nomor 22 Tahun
1999;
- Penandatangan MoU antara
Pemerintah Provinsi Maluku dengan Universitas Pattimura, Mei 1998, dalam
rangka Refungsional Sistem Pemerintahan Daerah;
- “guut rilesionsyip”
diantara kuartet periode ini dan; Periode kwartet tersebut kemudian
melewati masa dimana Provinsi Maluku mengalami konflik horizontal yang
memporakporandakan Daerah ini, tepatnya pada awal Tahun 1999. Namun
kemudian dengan berbagai upaya yang didukung oleh Pemerintah Pusat, Tokoh
Agama, Tokoh Masyarakat dan terutama keinginan masyarakat Maluku untuk
hidup bersama secara damai, maka konflik tersebut dapat diselesaikan pada
Tahun 2006 yang ditandai dengan dicabutnya Status Darurat Sipil menjadi
Tertib Sipil.
Momen ini terjadi setelah masa kepemimpinan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu
dan Wakil Gubernur Maluku Muhammad Abdullah Latuconsina (2003-2008). Pada
periode kepemimpinan duet ini, Provinsi Maluku memasuki tahapan :
1.
Pemulihan
Stabilitas Keamanan dan Ekonomi Rakyat;
2.
Penciptaan
Daya Saing yang Berkelanjutan;
Dengan direvisinya berbagai regulasi mengenai Pemilu, maka pada Tahun 2008
dilaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku secara langsung yang
kemudiaan menetapkan Karel Albert Ralahalu dan Said Assagaff sebagai Gubernur
dan Wakil Gubernur Maluku Periode 2008-2013. Visi dari keduanya adalah :
“Membangun Maluku yang sejahtera, rukun, religius dan berkualitas dijiwai
semangat siwalima berbasis kepulauan secara berkelanjutan”.
Dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak awal kepemimpinannya, berbagai langkah
konkrit telah dilakukan oleh duet Karel Albert Ralahalu dan Said Assagaff dalam
rangka membangun Maluku yang berkualitas. Diantaranya bersama-sama dengan 6
(enam) provinsi lainnya yang tergabung dalam Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan
memperjuangkan adanya perlakuan khusus dari Pemerintah terhadap Provinsi yang
berkarateristik kepulauan.
Disamping itu, berbagai event berskala nasional maupun internasional juga
berlangsung di Bumi Pela Gandong ini, seperti Puncak Perayaan Hari Perdamaian
Dunia yang ditandai dengan Pencanangan Situs Gong Perdamaian Dunia di Kota
Ambon oleh Presiden Republik Indonesia, serta Mega Event Sail Banda 2010 yang
merupakan moment pencitraan Maluku yang sejahtera, rukun, religious dan
berkualitas di mata dunia dengan melibatkan seluruh masyarakat yang rangkaian
kegiatannya tersebar diseluruh kabupaten/kota di provinsi Maluku.
Senyuman kebanggaan dan harapan besar
patut ditebarkan apabila melihat berbagai prestasi dan kemajuan telah dialami
Provinsi Maluku sejak berdirinya/terbentuknya pada Tahun 1945 sampai saat ini
Tahun 2010. Prestasi dan kemajuan tersebut bukanlah semata-mata karena
perjuangan dari Para Pimpinan Daerah ini, namun juga merupakan buah tangan dari
Para Pendahulu Kita (Founding Father) daerah ini dan kita disaat
ini. Untuk itu, marilah kita bersama-sama dengan kemajemukan masyarakat Maluku
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Kita bangun negeri ini menjadi
lebih baik dan bermartabat, serta siap menjawab tantangan perubahan peradaban.
Tuhan
Memberkati Kita Sekalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar